Friday, November 21, 2008

Hukum dan Kode Etik Komunikasi

Kebebasan pers dalam kondisi yang memprihatinkan. Sampai saat ini jurnalis masih dihantui ancaman-ancaman pasal-pasal dalam KUHP tentang fitnah, pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyanangkan. Padahal seharusnya masyarakat menyadari bahwa jurnalis bekerja demi kepentingan umum.
Maraknya kriminalisasi pers di Indonesia sampai sekarang menjadikan UU No.40 tahun 1999 tentang pers dan kode etik jurnalistik sebagai tanda tanya besar bagi kehidupan kegiatan pers di Indonesia.

Dalam prakteknya, pers seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Kadang ada kesan bahwa keadaan beberapa lembaga seperti Kejaksaan Agung, Mahkamah konstitusi, dan kepolisian selalu membunuh kebebasan pers.
Ketika terjadi kasus yang melibatkan pers, kepolisian lebih suka menjerat wartawan dengan KUHP. Para jaksa juga dengan senang hati membawa masalah-masalah pers ke pengadilan, dan yang memprihatinkan para hakim juga masih ada yang memvonis bersalah pers bengan hukuman yang berlebihan, walaupun ada UU Pers dan Dewan Pers sebagai instansi induk kegiatan pers di Indonesia.
Pada hakikatnya, wajah pers adalah cerminan wajah masyarakatnya. Liputan pers mewakili kondisi sebenarnya dari keberadaan masyarakatnya. Jika liputan pers sarat persoalan, hal ini mencerminkan persoalan yang ada dalam masyarakat.
Sifat pers pada faktualitas, pers memiliki dua karakter, menampilkan berita yang menyenangkan (support) dan menyakitkan (critic). Fungsi kritik pers ini yang sering menimbulkan salah tafsir. Ada pihak yang merasa ketika kritik itu dialamatkan kepadanya, salah tafsir itu digiring kepada persoalan pencemaran nama baik.
Kriminalisasi pers adalah problem budaya, problem berpikir, dan bertindak, yang menjangkiti orang perorang, birokrasi, dan lembaga-lembaga yang tetap hidup dalam suasana dan iklim demokratisasi yang menghambat dan mengerdilkan demokratisasi itu
sendiri.
Reformasi dalam bidang media itu ternyata tidak diimbangi dengan perlakuan yang diterima komunitas pers. Justru ketika pers mulai terlibat dalam demokratisasi dan pencerdasan bangsa, ancaman terhadap jurnalis dan kebebasan pers makin terasa.
Berbagai tindakan dilakukan mulai dari pers diadukan, dituntut penjara, dipukuli, diancam denda, diduduki kantornya, peralatannya dirusak, dll. Padahal dalam UU Pers juga memungkinkan pemberian sanksi bagi jurnalis yang melakukan kesalahan peliputan.


* Topik ini akan di bahas pada presentasi mata kuliah Hukum dan Kode Etik Komunikasi, tentang Jurnalis Upi Asmaradhana VS Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Polisi Sisno Adiwinoto. Desember 2008, kelas BA, kamis 10.40-13.20. Kelompok Julian Andretty, Adhi Eka N, Faizal Wahyu I, Abdi Santosa, Dwi Iman f